KORAN MEDSOS - Ribuan Warga Desa Sigedong menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kecamatan Mancak pada Kamis, 24 Oktober 2024. Mereka mengekspresikan penolakan tegas terhadap rencana pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) di wilayah mereka. Aksi ini menjadi sorotan publik, menunjukkan betapa kuatnya keinginan warga untuk melindungi lingkungan hidup mereka.
Dalam aksi tersebut, para peserta tidak hanya meneriakkan tuntutan mereka, tetapi juga mengangkat spanduk-spanduk yang mencolok dengan berbagai tulisan yang mengekspresikan penolakan terhadap proyek TPSA. Suasana di lokasi demonstrasi sangat sangat tegang, mencerminkan kekhawatiran dan ketidakpuasan masyarakat terhadap keputusan yang dinilai akan berdampak negatif pada kualitas hidup mereka.
Salah satu kordinator aksi Safroni mengungkapkan harapan agar pihak Kecamatan Mancak bersama masyarakat dapat bersatu untuk menandatangani notulen penolakan. Namun, harapan tersebut tidak direspons positif oleh pihak kecamatan, yang menolak permintaan warga. Keputusan ini memicu ketidakpuasan yang lebih mendalam di kalangan massa.
Warga juga mendesak agar pihak Kecamatan Mancak bersedia menandatangani kesepakatan bersama yang menegaskan penolakan terhadap pembangunan TPSA. Koordinator aksi menegaskan, "Tanpa adanya kesepakatan dari pihak kecamatan, kami berencana untuk membawa masalah ini ke tingkat Kabupaten Serang," ungkap Safroni.
Menurutnya, Kekecewaan semakin memuncak setelah tuntutan mereka tidak diakomodasi. Sebagai respons, massa kembali melanjutkan aksi protes di Desa Sigedong, mengekspresikan ketidakpuasan yang mendalam. Dalam situasi tersebut, mereka merasa penting untuk menghadirkan Kepala Desa Sigedong agar bisa menandatangani surat penolakan. Langkah ini dianggap krusial sebagai dukungan terhadap rekomendasi yang telah disampaikan oleh masyarakat.
"Sebagai pertimbangan, Ibu Camat tidak boleh takut karena kami, masyarakat Desa Sigedong, ada di belakang ibu. Hadirkan Kepala Desa sekarang!" seru Safroni koordinator aksi dengan nada tegas.
Safroni juga menegaskan bahwa warga yang tidak ingin hanya menjadi penonton dalam proses pengambilan keputusan yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan mereka.
"Seperti apa pun, kami menolak keras TPSA Sigedong. Kami akan melawan demi membatalkan pembangunan TPSA di Sigedong," lanjut Safroni dengan tegas. Pernyataan ini menunjukkan komitmen masyarakat untuk bertahan dan melawan segala bentuk keputusan yang mereka anggap merugikan.
Sementara itu, aktivis lingkungan Supriyadi, Direktur Eksekutif NGO Rumah Hijau dalam pendampingannya menyatakan bahwa mereka mendukung perjuangan masyarakat Sigedong. Ia menyoroti berbagai pertimbangan terkait dampak negatif yang mungkin timbul akibat pembangunan TPSA, seperti bau menyengat dari sampah, gas amoniak, dan potensi pencemaran baku mutu air yang dapat memengaruhi kesehatan masyarakat. Selain itu, dia juga menekankan kemungkinan terjadinya ketimpangan sosial di Desa Sigedong akibat proyek ini.
Dalam aksi tersebut, Kepala Desa Bayu Saputra diharapkan dapat menandatangani surat penolakan di depan peserta aksi sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat. Ibu Camat diundang untuk hadir dan memberikan penjelasan terkait rencana proyek TPSA. Dalam pernyataannya,
"Kami dari NGO Rumah Hijau menekankan bahwa aksi hari ini merupakan kemenangan bagi rakyat dan mendesak agar kesepakatan penolakan TPSA di Desa Sigedong benar-benar ditandatangani oleh pihak kelurahan melalui Kepala Desa," ungkapnya
Aksi tersebut menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap keputusan yang berpotensi merugikan lingkungan dan kualitas hidup mereka.
"Kami dan Warga Sigedong menunjukkan bahwa mereka tidak akan tinggal diam dan berkomitmen untuk melindungi tempat tinggal dan lingkungannya," pungkasnya. (*)
0 Komentar